BAPAKKU, MY SPIRIT OF MY LIFE
“DIMANA
… AKAN KU CARI ….
AKU
MENANGIS SEORANG DIRI …
HATIKU
… SELALU INGIN BERTEMU …
UNTUKMU
… AKU BERNYANYI …”
Aku adalah anak Bapak, itu yang selalu
diucapkan oleh Ibuku. Ada apapun aku selalu mencari Bapakku. Apapun yang kuinginkan selalu diberikan oleh
Bapak. Padahal sebenarnya tidak karena aku tidak pernah minta apa-apa pada
Bapak. Aku memahami betapa keras hidup saat itu. Untuk makan saja harus ngirit
cukup pakai krupuk atau pindang, itupun utang. Makanya aku jarang meminta
apa-apa ke Bapak.
Bapak adalah sesosok laki-laki yang
memiliki tanggung jawab besar dengan membesarkan kami berempat dengan pekerjaan
yang menurutku kasar (Tukang Kayu). Selama yang ku tahu, Bapak bekerja pada
orang sebagi penjual kayu, lalau menjua kayu bakar dan berkembang menerima
pesanan mebel yang khusus kayu sono. Dari yang hanya tukang kayu bapak memeliki
mebel sendiri dan beberapa tukang. Selama Beliau bekerja selalu tepat waktu.
Pukul 07.00 pagi, Bapak sellau sidah siap didepan meja besar untuk meneliti
pesanan-pesanan. Lalu melihat dan berkeliling bahkan ikut mengergaji kayu jika
tukangnya tidak bisa atau belumpaham dengan permintaan pembeli. Pukul 2 siang,
Bapak selalu istirahat untuk makan dan sholat. Pukul 4 sore, Bapak telah siap
untuk melihat hasil kerja tukangnya. Bapak tidak pernah merokok maupun ngopi ke
warung. Bapak selalu makan di rumah apalagi jika lauknya ikan asin (“gereh”)
Hal romantis yang dilakukan Bapak pada
ibuku diwaktu sore hari, Bapak akan mengajak ibuku yang hanya ibu rumah tangga
untuk keliling kota naik sepeda montor Honda buntut (kalau sekarang). Kalau
bapak punya uang banyak selalu membeli lauk yang bergizi seperti sate kambing. Bapak
selalu memperhatikan kebutuhan keluarganya. Aku masih ingat saat bulan Puasa,
Bapak selalu mengajak kami ke jembatan kecil dekat sawah disitu sambil menunggu
“Bedug Magrib”. Saat makan malam diwajibkan bersama-sama setelah sholat Magrib
bersama pula.
Bapakku kuliah di Universitas Brawijaya
jurusan teknik sipil, tetapi beliau tidak sampai lulus. Makanya bapak
bercita-cita anaknya bisa kuliah semua. Padahal bapak itu jurusannya dalam
bidang teknik tetapi bapak selalu pakai konsep psikologi dalam kehidupannya.
Mengapa kukatakan itu? Teringat saat aku mau masuk SMa atau STM. Bapak hanya
diam saja melihat aku mendaftar kemana-mana karena takut tidak diterima. Saat
pengumuman, bapak hanya tanya bagaimana pendaftarannya? Lalu aku bercerita
begitu saja dengan riang dan gembira terutama untuk masuk STM yang sekarang
SMK. Bapak hanya bilang “kalau kamu masuk STM bapak tidak membiayai, silahkan
kamu cari uang sendiri” lalu pergi meninggalkan aku mengambil keputusan saat
itu. Setelah berselang lama aku baru tahu alasan bapak kenapa aku dilarang
masuk STM, ternyata bapak tidak ingin ketika aku study tour dalam 1 bis bersama
dengan anak-anak cowok. Yach itu sebagiannya.
Cerita lain saat aku kuliah, dan dekat
seorang cowok yang tidak ingin aku ceritakan kepada ibu atau bapak. Bapak hanya
diam dan mengajakku beli es campur kesukaannya. Disitu bapak hanya
berkata,”Nduk, suk saat kamu sudah besar, kamu akan mendapatkan seseorang yang
mencintaimu luar dalam, Bapak yakin itu jadi jangan kawatir”. Saat itu aku
hanya berfikir aka yang dimaksud oleh Beliau. Ternyata bapak merasakan aku
sedang ada masalah. Dan ternyata semua benar, aku memang bukan takdir cowok itu
dan datang seseorang yang mencintaiku apa adanya tanpa syarat.
Menginjak aku lulus kuliah, Bapak mulai
sakit batuk (padahal beliau tidak merokok ataupun ngopi). Saat acara wisuda
yang kubingungkan bukan aku punya pacar, tetapi aku malu kepada Bapak kalau
tidak dapat pekerjaan setelah lulus. Semua terjawab dengan aku dipanggil untuk
GTT di SMA kotaku. Disitu aku hanya diberi gaji 70K/bln, Namun cerita aku menjadi
guru seolah-olah seantero jagad tahu semua, karena Bapak merasa berhasil bahwa
aku bisa lulus sarjana dan bekerja menjadi guru seperti yang dicita-citakan.
Jarak rumah dan tempatku bekerja sangat jauh aku harus naik bis. Bapak selalu
saja tiba-tiba sudah menjemputku dan itu dilakukan hampir 1 bulan sebelum bapak
sering keluar masuk Rumah Sakit.
Iya, tahun 2001 Bapak mulai masuk rumah
sakit. Aku Ingat, bulan itu bulan September. Bapak keluar masuk rumah sakit,
dimana sakit bapak tidak diketahui dengan jelas karena kalau kanker atau tumor
tidak ada indikasi kearah itu, tetapi di paru-paru bapak ada cairan yang harus
dirujuk ke Malang. Dengan bekal seadanya, dikarenakan usaha mebel Bapak sedang
diteruskan kakak laki-lakiku yang juga baru lulus kuliah. Sementara adikku juga
masih kuliah untungnya disemester akhir.
Selama di Malang, kami bertiga yang
mencari uang untuk membiayai pengobatan beliau. Aku tetap bekerja sebagai guru
tetapi siang sampai malam aku bekerja menjadi sales kosmetik. Sementara kakakku
laki-laki menruskan mebel denganpengetahuan seadanya karena untuk biaya kuliah
adikku maenjadi tanggungannya. Kakak perempuanku hanya mengandalkan suaminya
untuk membantu kami, karena kakak hanya ibu rumah tangga. Suaminyapun juga baik
mencarikan alternatif pengobatan untuk Bapak. Sementara adikku untuk biaya
hidup mencari sendiri dari hasil menggambar denah yang pesan padanya.
Selama aku bekerja menjadi sales
kosmetik, penghasilanku satu minggu Rp 125.000,- setiap hari sabtu aku pergi ke
Malang memberikan uang itu untuk pengobatan Bapak. Dan Bapak selalu tetap
mendengarkan ceritaku seperti biasanya.
“Nduk, meski bayaranmu banyak, bapak
tetap berharap kamu jadi guru loh, dikeluarga kita tidak ada yang menjadi
guru,” itu yang dikatakan Bapak sambil mengelus rambutku.
“Jangan kawatir Pak, aku tetap kerja
jadi guru kok,” kataku sambil tersenyum, karena saat seperti inilah yang
kusenangi tiduran didekat Bapak, lalu menceritakan semua yang kulalui selama
seminggu yang lalau di rumah.
“Minggu depan bapak pulang saja, tapi
langsung dibawa ke rumah sakit ya, jemput pakai ambulan,” kata bapak memberi
pesan sebelum pulang. Aku hanya mengiyakan saja kalimat Bapak tanpa berfirasat
apapun.
Seminggu setelah itu Bapak kujemput
pakai ambulan. Selama diperjalanan Bapak tidak mau kutunggui minta Mbok Yah
yang menemani. Mbok Yah dulu bekerja untuk memasakan tukang yang bekerja pada
Bapak. Hanya seminggu waktu yang diminta oleh Bapak dan aku telah berbohong
padanya bahwa aku sekarang sudah tidak bekerja menjadi sales lagi, padahal
masih saat itu.
Januari 2002, aku tidak menangis, aku
hanya tersenyum melepasmu karena tugas Bapak sudah usai. Selang seminggu
setelah itu aku baru sadar, aku kehilangan tempatku curhat, tempatku ngobrol, dan
tempat aku bercerita. Aku hanya bisa mendo’akan Bapak semoga mendapatkan tempat
yang layak disisi-Nya.
Harapan Bapak terhadapku telah terwijud
dengan aku tetap berjalan menjadi guru. Akupun menemukan orang yang benar-benar
menerimaku apa adanya. Memberikanku bahagia dan menggantikan tempatmu untuk
kujadikan sandaran curhatan, sandaran cerita, sandaran kegelisahanku. Namun
tidak bisa mengganti hatiku yang selalu untukmu … Bapak
AYAH … DENGARKANLAH …
AKU
… INGIN BERJUMPA …
WALAU
HANYA DALAM MIMPI …
LIHATLAH
… HARI BERGANTI …
NAMUN
TIADA … SEINDAH … DULU …
DATANGLAH
… AKU INGIN BERTEMU …
UNTUKMU
… AKU BERNYANYI ….
(pada buku antologi “Ayah” halaman 121 yang dicetak oleh Azkiya Publishing)
Komentar
Posting Komentar